JAKARTA - Indonesia telah memasuki babak baru dalam sejarah konsolidasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara, atau dikenal sebagai Danantara. Resmi diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 24 Februari, badan pengelola aset ini diharapkan menjadi game changer dalam perekonomian nasional. Dengan aset bernilai US$ 900 miliar atau lebih dari Rp 14.000 triliun, Danantara kini berada dalam jajaran 10 besar sovereign wealth fund dengan modal terbesar di dunia.
Pendirian Danantara ini tidak luput dari pro dan kontra, terutama di ranah media sosial. Namun, sebuah aspek penting yang seringkali terlewat dari diskusi publik adalah legalitas dan implikasi hukum dari pembentukan entitas ini. Giovanni Mofsol Muhammad, Senior Partner di kantor hukum Dentons HPRP (Hanafiah Ponggawa & Partners), menuturkan bahwa ada berbagai langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah agar operasi Danantara sah secara hukum. "Pemerintah bisa melakukan banyak hal agar Danantara dapat sah secara hukum menjadi pemegang saham holding investasi dan holding operasional," jelas Giovanni.
Salah satu langkah kritis menurut Giovanni, adalah pembentukan badan hukum Danantara yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah. Modal awal dari badan ini dapat berasal dari penyertaan modal negara dan/atau sumber lain, termasuk dana tunai, barang milik negara, serta saham negara pada BUMN. Alternatif lainnya adalah pembentukan badan hukum untuk holding investasi dan operasional, di mana saham utamanya dimiliki oleh negara melalui mekanisme saham Seri A Dwiwarna, dengan Danantara sebagai pemegang saham Seri B.
Setelah pembentukan kedua kerangka holding ini, negara harus mengalihkan sebagian sahamnya pada BUMN-BUMN yang nantinya akan menjadi anak perusahaan holding investasi. "Agar tetap memenuhi kriteria sebagai BUMN berdasarkan RUU BUMN 2025, seluruh atau sebagian besar saham harus tetap milik negara. Atau negara harus memiliki hak istimewa atas BUMN-BUMN tersebut," imbuh Giovanni.
Dari segi kewenangan, peluncuran Danantara otomatis mengalihkan sebagian besar kewenangan pengelolaan dari Kementerian BUMN kepada badan ini. Giovanni menjelaskan, "Dalam RUU BUMN 2025, kewenangan Menteri BUMN khusus sebagai regulator. Sementara kegiatan aktif pengelolaan akan berpindah ke Danantara." Penyelarasan ini diharapkan dapat menghindari tumpang tindih kewenangan antara Menteri BUMN dan Danantara. RUU BUMN 2025 menentukan 12 kewenangan Menteri BUMN yang lebih bersifat sebagai pembuat kebijakan. “Namun harus dengan persetujuan presiden,” tambah Giovanni.
Pertanyaan lain yang muncul adalah mengenai status BUMN yang sahamnya dialihkan ke Danantara. Giovanni menegaskan bahwa perubahan ini telah diantisipasi dalam RUU BUMN 2025, di mana definisi BUMN kini mengakui kepemilikan negara dari segi hak istimewa, bukan hanya pada porsi kepemilikan saham. "Tapi, ada permasalahan klasik pengelolaan saham, keuangan dan aset BUMN dikaitkan UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara. Menurut saya, tidak akan semudah itu terselesaikan dengan RUU BUMN 2025 ini,” ungkap Giovanni.
Pengelolaan aset BUMN oleh Danantara perlu diatur sedemikian rupa agar tidak bertentangan dengan regulasi keuangan negara. Giovanni menyoroti beberapa antisipasi dalam RUU BUMN 2025 yang memberi keleluasaan lebih kepada Danantara. Misalnya, persetujuan untuk menghapus buku dan/atau tagih atas aset BUMN dapat dilakukan oleh Danantara bersama Menteri BUMN. "Lalu keuntungan atau kerugian Danantara dalam berinvestasi merupakan keuntungan atau kerugian Danantara sendiri," ujar Giovanni.
Meski begitu, tetap ada pengawasan yang ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap aktivitas Danantara. Namun, ketentuan hukum memberikan perlindungan lebih bagi Danantara. "Penguatan itu dengan ketentuan, Menteri BUMN, organ dan pegawai Danantara tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian jika dapat membuktikan telah melakukan prinsip-prinsip business judgment rule,” terang Giovanni.
Sebagai pendatang baru di panggung ekonomi, Danantara tidak hanya membawa potensi pertumbuhan ekonomi yang signifikan, tetapi juga tantangan hukum dan regulasi yang harus dihadapi dengan cermat. Keberhasilan Danantara dalam mengelola aset BUMN senilai triliunan rupiah ini akan menjadi penentu bagi masa depan ekonomi Indonesia. Dengan pengelolaan yang baik dan kerangka hukum yang kuat, Danantara tidak hanya diharapkan menjadi pemain kunci di tingkat nasional, namun juga global. Ke depan, akan menarik untuk melihat bagaimana Danantara akan mengoptimalkan aset yang dimilikinya demi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.